Andi Marthen Pattunru bagai
mendapat durian runtuh. Empat tanaman dari ratusan pot buah cinta yang ia
pelihara di kebunnya di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat, mengeluarkan buah berwarna kuning. Padahal,
lazimnya buah cinta Ochrosia oppositifolia berbuah merah cerah.
Semula Bp Andi Marthen Pattunru
menduga warna kulit buah kuning itu akibat pertumbuhan buah yang abnormal.
Maklum, tanaman anggota famili Apocynaceae itu semula tumbuh di Tanjungbira,
Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Tanjungbira berlokasi di tepi
laut dengan iklim panas. Desa Cijayanti berketinggian sekitar 150-200 meter di
atas permukaan laut (m dpl) dan berhawa sejuk.
Lagipula seumur hidup Andi di
Tanjungbira, belum pernah sekali pun menemukan buah cinta berwarna kuning. Andi
baru menemukan buah cinta berkulit kuning di Bogor . “Nanti saat berbuah selanjutnya warna
buah juga akan kembali merah,” kata pria yang intensif melakukan kegiatan
eksplorasi buah cinta di Tanjungbira sejak 2008 itu menduga-duga.
Namun, dugaan Andi meleset.
Pascatemuan pada setahun silam itu, empat pot buah cinta itu kembali
menghasilkan buah berwarna kuning pada musim-musim buah berikutnya. Andi
menghitung sudah tiga-empat kali tabulampot buah cinta itu menghasilkan buah
berwarna kuning. Termasuk ketika Andi memboyong tanaman kerabat kamboja itu ke
kebun baru di Kampung Buntar, Desa Muarasari, Kecamatan Tajur, Kabupaten Bogor.
Kondisi ekstrem
Penduduk Tanjungbira mengenal
buah cinta sebagai pengka-pengka. Tanaman kerabat adenium itu tumbuh di
hutan-hutan. Penduduk kerap mengonsumsi buahnya ketika sedang mencari kayu
bakar di hutan sebagai salah satu sumber stamina. Buah pengka-pengka yang
tumbuh berdempet membentuk seperti hati berkulit hijau saat muda. Warna kulit
berubah menjadi merah ketika matang.
Menurut ahli botani alumnus
University of Birmingham, Gregori Garnadi Hambali, varian warna buah cinta
kemungkinan karena sifat resesif yang muncul akibat pengaruh kondisi tertentu.
Misal perubahan suhu atau intensitas sinar matahari yang ekstrem yang diterima
tanaman. “Kondisi seperti itu mampu mengubah susunan genetik tanaman sehingga
terjadi mutasi,” kata Greg.
Periset di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi LIPI, Prof Dr Tukirin Partomihardjo, menuturkan habitat
buah cinta di daerah pantai yang berbatu-batu. Tanjungbira yang berbatu-batu
dan bersuhu panas dengan paparan sinar matahari terik salah satu habitat yang
cocok. Andi memboyong pengka-pengka ke kawasan Bogor yang elevasinya lebih tinggi dan
berudara relatif sejuk.
Kepala Balai Penelitian Tanaman
Buah (Balitbu) Tropika, Dr Ir Catur Hermanto MP, berpendapat senada. “Di alam,
variasi pada warna dan bentuk buah bisa juga muncul akibat perubahan kondisi
habitat,” tutur Catur. Misalnya terjadi bencana alam di habitat yang
menyebabkan pepohonan yang tumbuh di sekitar tanaman buah cinta tumbang.
Akibatnya, tanaman buah cinta yang semula ternaungi pohon-pohon besar,
tiba-tiba menjadi terpapar sinar matahari penuh. Perubahan kondisi itu membuat
tanaman melakukan adaptasi. Dalam proses adaptasi itulah terjadi perubahan
karakter tanaman.
Catur menuturkan, varian buah
cinta itu mungkin saja sudah ada sejak lama di alam. Namun, karena populasinya
sangat sedikit, warga setempat tidak mengenal adanya pengka-pengka berbuah
kuning.
Menurut Andi bentuk daun dan
bunga buah cinta kuning sama dengan buah cinta merah. Bedanya pada buah muda
berwarna hijau dengan bercak-bercak kuning. Sementara pada buah cinta merah
hijau polos. ”Rasa buah cinta kuning matang lebih manis dibandingkan dengan
buah cinta merah. Tekstur daging buah juga lebih empuk,” kata Andi. Ciri buah
matang warnanya kuning cerah dan buah mudah lepas dari tangkai saat disentuh.
Dari alam
Buah cinta kuning di kebun Andi
dari tanaman asal anakan di habitat aslinya yang didapat pada 2011. Penyuka
snorkeling itu mengandalkan pasokan bibit dari alam karena masih kesulitan
memperbanyak buah cinta. Andi pernah mencoba memperbanyak dengan cangkok dan
setek batang. Namun, dari 100 tanaman hasil cangkok, hanya 1-2 tanaman yang
berhasil tumbuh menjadi besar. Perbanyakan dari biji, gagal juga. Tak satu pun
biji yang ia semai tumbuh.
Catur menduga biji gagal tumbuh
karena mengalami dormansi. Menurut Tukirin dormansi merupakan strategi tanaman
untuk menyesuaikan diri dari keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan.
Kondisi tanaman tidak mengalami pertumbuhan itu akan terjadi lebih panjang
ketika tanaman hidup bukan di habitat alaminya. “Umumnya biji keluarga
Apocynaceae mengalami masa dormansi yang panjang, di alam bisa mencapai
setahun,” katanya.
Di alam masa dormansi usai saat
tanaman berada kembali dalam kondisi menguntungkan seperti adanya ketersediaan
air, panas, dan kelembapan yang sesuai. Masa dormansi biji buah cinta belum
diketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar